Bandar Lampung (Lampost.co)—Salah satu korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) berinisial NA (38) yang diselamatkan dari rumah penampungan milik anggota polisi di Bandar Lampung, mengaku pernah disembunyikan di ruang bawah tanah.
Tidak hanya itu, NA dan 23 calon pekerja migran Indonesia (CPMI) ilegal asal yang seluruhnya asal Nusa Tenggara Barat (NTB) mengaku sempat terkatung-katung nasibnya selama satu bulan, sebelum akhirnya diselamatkan Polda Lampung.
Padahal awalnya NA setuju untuk menjadi CPMI karena sempat dijanjikan oleh salah satu pelaku untuk bekerja di Dubai dengan gaji Rp10 juta perbulannya.
“Awalnya saya kenal seorang perekrut dari pegawai pinatu (laundry). Lalu perekrut dengan saya ketemu dan menawarkan kerja di luar negeri,” ujarnya kepada Lampost.co saat ditemui di Mapolda Lampung, Senin, 12 Juni 2023.
NA mengatakan setelah pertemuan itu, Ia membuat dan menandatangani komitmen pada 3 Mei 2023, kemudian diberangkatkan ke Jakarta menggunakan pesawat bersama CPMI lainnya.
“Sampai di Jakarta, kami dijemput tersangka DW, lalu kami dibawa kewilayah Bogor, Jawa Barat. Kami selama 2 hari di Bogor, tempat itu di perumahan. Tapi saya nggak tahu pemiliknya,” ungkapnya.
Selama dua hari berada di rumah penampungan Bogor, NA yang sudah memiliki paspor itu tak kunjung diberangkatkan. Ia bahkan sempat sakit dan harus diinfus saat itu.
Pernah digerebek di Bogor
Lalu pada 31 Mei 2023, NA dan puluhan CPMI yang ada di rumah penampungan Bogor diminta untuk bersembunyi di ruang bawah tanah oleh salah satu tersangka.
“Rumah itu digerebek petugas, saya tidak tahu apakah itu petugas imigrasi atau kepolisian. Waktu itu teteh (sebutan salah satu penjaga) bawa kami ke ruangan bawah tanah,” kata NA.
Usai penggerebekan yang berhasil dihindari itu, NA dan CPMIlainnya diperintahkan berbenah dan dibawa ke Lampung. Mereka diberangkatkan menggunakan mobil terpisah menuju Pelabuhan Merak.
“Keberangkatan menuju Lampung itu dilakukan secara terpisah. Ada yang menggunakan mobil berisikan 6 orang. Kemudian disebuah SPBU sebelum Pelabuhan Merak, kami dikumpulkan dan diangkut menggunakan bus, terus menyeberang ke Lampung dengan kapal Ferry,” kata NA.
NA mengatakan selama penyeberangan di atas kapal, pengawas yang mendampinginya melarang seluruh CPMI untuk turun dari kendaraan. Bahkan saat ada yang ingin buang air kecil, pengawas ikut hingga ke dalam kamar mandi.
Perjalanan darat itu lalu berakhir disebuah rumah besar tidak terurus, yang belakangan diketahui milik oknum polisi yang berada di Jalan Padat Karya, Kecamatan Rajabasa, Bandar Lampung.
“Sesampai rumah itu Jumat 2 Juni 2023, ada tetangga sempat bertanya apakah kami rombongan siswa sekolah atau TKW (tenaga kerja wanita). Ada satu orang yang jawab TKW. Lalu pengawas yang dipanggil teteh itu sempat mendengar dan memarahi karena jawaban salah satu korban. Kenapa dijawab? Kenapa nggak diam aja?” kata NA menirukan ucapan pengawas itu.
Setlah dua hari di dalam rumah penampungan itu, anggota Polda Lampung datang dan mengevakuasi seluruh CPMI yang menjadi korban. NA berharap dapat segera kembali ke kampung halamannya setelah proses penyelamatan itu.
“Saya ucapkan terima kasih kepada Polda Lampung kami sudah diselamatkan, saya berharap bisa pulang secepatnya ke rumah,” tandasnya.