Pesawaran (Lampost.co)–Keluarga korban MA (17), salah satu siswa SMK Al Hikmah Kalirejo yang meninggal setelah mengikuti ekstrakurikuler di sekolah, akan melakukan beberapa langkah hukum.
Kuasa hukum korban, Agus BN mengatakan langkah hukum yang pertama yakni melakukan ekhumasi dan autopsi terhadap jenazah korban, untuk mendapatkan hasil yang akurat soal penyebab kematian.
“Ya itu dilakukan karena ada keraguan atas penyebab kematian korban,” ujarnya saat dihubungi Lampost.co pada Jumat, 9 Juni 2023.
Kedua, tim kuasa hukum bersama keluarga korban akan mendatangi pihak Al Hikmah untuk mendapatkan kejelasan, sekaligus meminta Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung memeriksa sekolah tersebut.
“Sekolah yang seharusnya menjadi tempat menuntut ilmu patut diduga malah menjadi tempat penyiksaan disana. Kami minta Disdik Provinsi agar sekolah Al Hikmah diusut tuntas, diperiksa, diselidiki ada apa di sana,” kata Agus BN.
Ketiga, tim kuasa hukum juga akan melaporkan peristiwa kematian korban ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), mengingat usia MA yang masih dibawah umur, yakni 17 tahun.
Selanjutnya kuasa hukum juga tidak menutup kemungkinan akan membuat laporan kepolisian terhadap Rumah Sakit Kartini Kalirejo, yang telah menyatakan korban meninggal dunia akibat virus dan infeksi pembuluh darah.
“Kalau memang benar, terbukti, RS itu memberikan hasil pemeriksaan yang bohong, ya itu ada hukumnya juga. Obstruction of justice istilah hukumnya kalau dalam penanganan suatu kasus tindak pidana,” kata dia.
Sementara dikutip dari dari KUHP obstruction of justice dijelaskan pada Pasal 221 (1) ke 2.
“Barang siapa yang melakukan perbuatan menutupi tindak pidana yang dilakukan, dengan cara menghancurkan, menghilangkan dan menyembunyikan barang bukti dan alat bukti diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun,” bunyi pasal itu.
Sementara berdasarkan keterangan ibu korban, Yusniar, pihak sekolah sempat menghubungi keluarga setelah kematian MA. Saat itu informasi yang diterima yakni, perwakilan SMK Al Hikmah akan bertandang ke rumah MA di Pesawaran.
“Kemarin ngomongnya setelah 3 hari mau kesini (pihak sekolah), mau mengantarkan baju yang masih di asrana. Akhirnya kami tunggu sampai tujuh hari nggk juga datang, sampai sekarang sudah 11 hari mereka belum datang juga,” katanya.
Kendati demikian, Yusniar mengatakan pihak sekolah harus bertanggungjawab atas kematian anaknya yang dianggap janggal dan tidak wajar. Sebab, tubuh anaknya penuh dengan luka lebam bahkan terdapat gigi bagian depan yang patah.