Bandar Lampung (Lampost.co) — Pengamat Demokrasi Universitas Lampung, Syarief Makhya menilai perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa (Kades) tidak relevan.
“Bukan kurang relevan. Perpanjangan lama jabatan kepala desa itu tidak relevan,” ujarnya saat dihubungi, Minggu, 22 Januari 2023.
Menurutnya, argumentasi memperpanjang jabatan kepala desa dari enam tahun menjadi sembilan tahun tidak kuat. Mengenai argumen lama waktu penyelesaian konflik sosial akibat pilkades, Syarief menyebut tokoh adat, pemuka agama, dan tokoh informal lainnya di desa justru dapat lebih berpengaruh dan harus dilibatkan untuk membantu menyelesaikan konflik sosial tersebut.
Sehingga, pertimbangan untuk melanjutkan pembangunan desa yang belum maksimal karena masa jabatan yang terpangkas untuk menyelesaikan konflik persaingan selama pilkades tak cukup beralasan.
“Pembangunan di desa itu hanya mengandalkan dana dari bantuan pemerintah. Jadi, kapasitas keuangan yang di desa itu sangat rendah, karena mereka tak memiliki kewenangan untuk menggali potensi pendapatan asli desa. Oleh karena itu, pembangunan di desa tidak bisa diukur dari perpanjangan masa jabatan,” kata dia.
Lebih lanjut, ia melihat saat ini desa memiliki kecenderungan yang kuat di aspek politisasi. Hal ini lantaran desa sering dijadikan alat untuk memobilisasi hubungan pada masa pemilihan kepala daerah hingga pemilihan presiden. Selain itu, desa juga cenderung pragmatis.
“Desa itu cenderung pragmatis, karena mereka sekarang punya gaji dari pusat sehingga yang saya lihat ada penurunan dimensi idealisme,” kata dia.
Deni Zulniyadi