Bandar Lampung (Lampost.co) — Mahasiswi Perguruan Tinggi swasta di Bandar Lampung menjadi korban pelecehan seksual dosennya, HS. Pelaku saat ini sudah dilaporkan ke Polda Lampung dengan nomor laporan LP/B/328/VIII/2023/SPKT/POLDA LAMPUNG.
Kuasa hukum, Suhendri mengungkapkan, peristiwa bermula pada sekitar Maret lalu di sebuah acara UKM. Kegiatan dilakukan di luar kampus dan diikuti oleh sejumlah dosen termasuk pelaku.
Pada kegiatan itu Hendra melakukan pelecehan kepada korban dengan menyentuh dan meremas bagian intim korban. Selain itu pelaku juga mencium paksa korban.
Peristiwa itu membuat korban trauma dan sempat menjauhi pelaku dengan tidak merespons pesan dan panggilan seluler. Namun, akhirnya korban terjebak bujuk rayu karena pelaku beralasan minta bantuan untuk keperluan akreditasi kampus.
“Pelaku minta bantu korban membuat parcel untuk keperluan akreditasi kampus, akhirnya korban dijemput menggunakan mobil sekitar pukul 17.45 WIB,” ungkapnya, Rabu, 23 Agustus 2023.
Saat dijemput pelaku bilang mengajak korban ke pasar untuk kebutuhan parcel. Namun, ternyata korban dibawa ke salah satu pantai sepi di Bandar Lampung.
Di lokasi tersebut korban dipaksa melampiaskan nafsu bejat dosen itu. Korban sempat melakukan perlawanan, namun karena postur fisik yang lemah akhirnya pelaku berhasil melecehkan korban.
“Tidak sampai disitu, pelaku hampir melecehkan 2 kali, namun ada warga yang mendekat. Akhirnya pelaku hanya memaksa korban untuk menggunakan tangannya,” jelasnya.
Pasca kejadian itu, korban sempat ketakutan dan tidak masuk kuliah. Akhirnya korban memberanikan kembali menjalani perkuliahan setelah absen sekitar 1 minggu.
Mengetahui korban masuk kuliah, pelaku kembali melakukan pencabulan di ruang dosen. Tidak hanya itu, pelaku juga melakukan intimidasi terhadap korban terkait perkuliahannya.
“Korban di kelasnya menjadi sekretaris, jadi saat korban mengantar absen ke ruang dosen, di sana ada pelaku, di situ pelaku melakukan intimidasi dan kembali mencabuli korban,” jelasnya.
Dari peristiwa terakhir itu, korban mengalami trauma dan ketakutan. Korban akhirnya pulang ke rumah di Tulangbawang Barat dan tidak mau lagi kuliah.
“Peristiwa ini terjadi pada rentan Maret-April, korban baru berani speak up karena mendapat dukungan dari teman-teman mahasiswa lain,” kata dia.