Menggala (lampost.co) — Kasus kematian Pembadi Harianja (61) warga Kampung Gedungbandar Rahayu, Kecamatan Gedungmeneng, Kabupaten Tulangbawang kembali menyita perhatian publik sepekan terakhir ini.
Pasalnya, salah satu putra korban sempat membentangkan sebuah banner saat acara wisudanya di Universitas Negeri Malang (UNM) dengan bertuliskan harapan kepada Kapolri agar menangkap seluruh pelaku yang terlibat dalam pembunuhan ayahnya.
Salah satu putra korban, Agung Krisdiandy Harianja mengatakan, aksi yang dilakukan kakaknya, Candra Friyandi Harianja saat wisuda pada 11 November 2023 itu merupakan bentuk harapan kepada Kapolri agar dapat menuntaskan kasus pembunuhan terhadap ayahnya. Sebab mereka menduga pelaku yang terlibat lebih dari satu orang.
“Kami menduga pelaku itu lebih dari satu orang. Kami berharap, siapa pun pelaku yang terlibat dalam peristiwa meninggalnya orang tua kami dapat ditangkap,” kata Agung Krisdiandy Harianja, kepada lampost.co, Senin, 20 November 2023.
Dia menjelaskan, kejanggalan yang diperoleh di lapangan dan memastikan pelaku yang terlibat dalam kasus tersebut lebih dari satu orang yakni ketika proses rekonstruksi yang dilakukan di kediaman korban.
Pelaku yakni Slamet alias Toni Gendut (45) warga Kampung Batugane, Kecamatan Selangit, Kabupaten Musirawas, Sumatera Selatan sempat menyatakan sebutan kata “kami.”
“Pelaku itu sempat mengucapkan kata ‘kami’ di hadapkan banyak penyidik di rumah. Pada saat rekonstruksi, penyidik nanyain pelaku habis ngebacok, ngapain lagi. Nah disitu pelaku jawab, kami,” katanya.
Kemudian, lanjut dia, saat rekonstruksi bertentangan dengan bukti autentik yakni hasil autopsi. Hasil autopsi yang disampaikan penyidik, terdapat luka bacokan di kepala, lebam di pipi, luka sayatan di pelipis mata, dan luka lecet di tangan.
“Pada saat rekonstruksi, pelaku menyeret almarhum bapak saya. Padahal dari tempat pelaku mengeksekusi bapak saya ke sumur itu sangat jauh dan melewati semen kasar. Seharusnya ada luka lecet juga di kepala. Di tangan aja ada karena seretan. Di punggung juga tidak ada luka lecet disebutkan. Dugaan kami, ayah kami ini diangkat bukan diseret, enggak mungkin yang ngangkat satu orang. Sementara bobot bapak saya itu lebih berat dari bobot pelaku,” katanya.
Selanjutnya terkait dengan barang-barang korban yang hilang dan sempat dicuri pelaku yakni surat tanah. Ia merasa janggal, jika barang berharga milik orang tuanya akan ditaruh di sembarang tempat.
“Surat tanah sangat tidak mungkin ada di meja makan dan bahkan diletakkan di dalam tas yang berukuran sangat kecil. Itu (surat tanah) letaknya di dalam lemari biasa tempat ayah saya tidur. Penyidik mematahkan argumen kami dan membenarkan pelaku mengambil surat tanah itu di meja makan,” katanya.
Dia meyakini, pelaku mengambil surat tanah milik orang tuanya dari dalam lemari karena mendapati ceceran darah di lemari. “Ada bercak darah di lemari,” kata Agung.
Ricky Marly