Bandar Lampung (Lampost.co) — Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) Lampung tahun 2023 menyentuh angka 69.76 atau masuk ke dalam kategori “agak bebas”, dan turun dari IKP Lampung tahun 2022 akni 79.20. Adapun angka IKP nasional tahun 2023 mencapai angka 71.57
IKP tersebut dipaparkan oleh Anggota Dewan Pers, Asep Setiawan saat mensosialisasikan IKP, di Hotel Sheraton, Selasa 21 November 2023. Menurut Asep IKP Lampung hanya lebih baik dari dua provinsi yakni, Provinsi Papua dan Papua Barat.
“Jadi IKP Lampung turun cukup besar dari tahun kemarin, maka itu harus jadi cerminan kita semua,” ujarnya.
“Agar insinden insiden (kekerasan dan intervensi kerja jurnalistik) bisa dikurangi,dan kalau saja pemimpin tertinggi tiap intansi menyampaikan kepada bawahannya bisa menjadi masukan,” katanya.
Lanjut Asep, beberapa penyebab turunnya IKP Lampung pada tahun 2023 dibandingkan tahun lalu yakni, adanya kekerasan dan intervensi terhadap kerja-kerja jurnalistik di Lampung. Selain itu tata kelola perusahaan pers yang berkaitan dengan kesejahteraan jurnalis juga masih dianggap rendah.
“Kalau dari aspek hukum memang penegakan etika pers masih rendah juga. Kemudian mekanisme pemulihan rendah. Artinya di Lampung masih dibutuhkan perhatian,” paparnya.
Ia menjelaskan, masih ada persoalan terkait perlindungan terhadap wartawan dalam melakukan kerjanya. Serta masih ada tindakan diluar hukum walaupun wartawan melaksanakan tugas nya berdasarkan UU Pers.
Asep juga meminta kepada penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan serta lainynya, untuk memberikan fasilitas pelatihan dan kemampuan wartawan sehingga mereka bisa melaksanakan kerja sesuai UU Pers agar wartawan tidak lagi menerima ancaman fisik maupun verbal, hingga via siber.
Apalagi sudah ada kerjasama antara mabes Polri dan Dewan Pers, sehingga, apabila terjadi sengketa pers harus menggunakan delik dan UU pers.
Plt Kadiskominfotik Provinsi Lampung Achmad Saefullah mengatakan problematika utama kermedekaan pers, khususnya di Lampung yakni tidak optimalnya pemenuhan kesejahteraan insan pers dan independensi pers kepada kelompok kepentingan yang kuat.
“Dan ini merupakan permasalahan nyata pers nasional,” ujarnya.
Kemudian lanjut Saefullah, ia menyebut belum ada regulasi yang tegas menjamin pemenuhan hak akses informasi bagi penyandang disabilitas melalui media secara mudah.
Karena itu, ia menyebut beberapa rekomendasi untuk IKP pers Lampung. Pertama, pers perlu meningkatkan keterampilan digital agar media dapat melakukan konversi.
“Keterampilan digital dapat menjadi model bisnis baru kerja sama pers,” katanya.
Kedua, memberikan sosialisasi UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers hingga ketingkat kepolisian. Karena, menurut Saefullah penegak hukum di akar rumput belum semuanya memahami regulasi dan ranah UU pers.
Nurjanah