Jakarta (Lampost.co)– Direktur Rumah Sakit Al Shifa di Gaza, Mohammad Abu Salmiyah, mengungkapkan terdapat 179 jenazah yang dikuburkan secara massal di kompleks rumah sakit itu imbas kehabisan stok bahan bakar di tengah agresi Israel.
Jumlah jenazah itu termasuk tujuh bayi dan 29 pasien lain yang meninggal setelah dirawat di unit perawatan intensif (ICU).
“Kami terpaksa mengubur mereka di kuburan massal,” kata Abu Salmiyah, seperti diberitakan AFP, Selasa,14 November.
Seorang jurnalis menggambarkan kondisi mengenaskan di dalam RS Al Shifa itu. Jurnalis tersebut mengatakan ada banyak mayat yang mulai membusuk yang tersebar di sepanjang rumah sakit.
Meski demikian, jurnalis itu menyebut serangan udara Israel selama dua hari terakhir ini berkurang jika dibandingkan dengan beberapa hari sebelumnya.
“Ada banyak mayat berserakan di kompleks rumah sakit dan tidak ada lagi listrik di kamar mayat,” imbuh Abu Salmiyah.
Namun, RS Al Shifa masih menjadi salah satu target utama serangan Israel karena dituduh menjadi markas kelompok milisi Hamas Palestina. Rumah sakit tersebut bahkan masih dikepung drone hingga tank Israel hingga Senin, 13 November 2023.
RS Al Shifa itu sudah tidak memiliki listrik, air bersih, dan makanan. Pasien-pasien yang dirawat terancam meninggal dunia dalam beberapa jam karena tidak ada ventilator yang berfungsi.
Staf Doctors Without Borders (Medicins Sans Frontieres/MSF) mengatakan petugas medis di RS Al Shifa menolak dievakuasi karena mereka bersumpah hanya akan keluar jika pasien-pasien juga ikut dievakuasi.
“Kami tidak ingin meninggalkan pasien-pasien kami. Ada sekitar 600 pasien, 37 bayi, dan seseorang yang membutuhkan perawatan ICU. Kami tidak bisa meninggalkan mereka,” ucap MSF.
Namun, staf itu juga mengatakan orang-orang yang berusaha meninggalkan RS Al Shifa menjadi target Israel. Beberapa dari orang yang berusaha keluar itu malah dibunuh dan dibom oleh Israel.
Sementara itu, seluruh rumah sakit yang masih beroperasi di Jalur Gaza terancam ikut lumpuh total dalam 48 jam ke depan karena kekurangan bahan bakar dan logistik lainnya.
Juru bicara Kementerian Kesehatan di Gaza, Dr. Ashraf Al-Qudra, mengatakan layanan kesehatan sepenuhnya sudah tidak tersedia lagi, khususnya di utara Gaza.
Nurjanah