Jakarta (Lampost.co) — Generasi milenial dan Z dinilai menjadi pupuk subur geliat pinjaman online (pinjol) di Indonesia. Pasalnya, kalangan tersebut tidak bisa menahan perilaku konsumtif sehingga mencari sumber untuk berutang. Namun, kebiasaan itu dibarengi dengan sulit membayar.
Akibatnya, utang yang menumpuk dan tagihan tidak terbayar membuat sejumlah kasus memilih untuk mengakhiri hidup.
Deputi Komisioner Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sarjito, mengatakan kemampuan masyarakat untuk menahan diri menjadi faktor penting yang sering terabaikan.
“Akses pinjol yang mudah, ternyata tujuannya bukan untuk hal produktif, melainkan konsumtif. Lebih dari 50 persen seperti itu dan ini sangat berbahaya” kata Sarjito, saat Forum Diskusi Denpasar 12 bertajuk Pinjol: Solusi atau Masalah, dilansir Media Indonesia, Kamis, 5 Oktober 2023.
Data itu hanya terekam dari perusahaan pinjol yang berizin di OJK. Sementara, jumlahnya saat ini cukup besar yang berasal dari pinjol ilegal.
Selain itu, generasi muda saat ini juga sering gegabah. Sebab, keputusan menarik pinjaman tidak ada kalkulasi kemampuan membayar. Bahkan, ada yang justru sengaja membabat habis aplikasi pinjol ilegal untuk menarik pinjaman, tetapi tidak membayar tagihan utangnya.
“Ini fakta, ada seseorang meminjam hingga 40 pinjol ilegal. Katakanlah dia tahu kemampuan finansial hanya Rp2 juta per bulan, sehingga melakukan peminjaman di 40 aplikasi. Dasarnya itu sudah pasti tidak bagus,” ujarnya.
Staf Ahli Bidang Sosial, Ekonomi, dan Budaya Menteri Komunikasi dan Informatika, R Wijaya Kusumawardhana, mengatakan berdasarkan laporan ada 7.836 rekening terkait pinjol ilegal yang masuk sistem blacklist kementerian.
Dalam dua bulan terakhir, terdapat 492 permintaan penanganan pinjol ilegal di berbagai sosial media dari OJK.
Effran Kurniawan