Jakarta (Lampost.co)—Upaya membumikan sejumlah kebijakan pencegahan kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan harus konsisten dilakukan dengan melibatkan para pemangku kebijakan, pengelola, tenaga pengajar hingga masyarakat.
“Rencana kolaborasi para pengelola institusi pendidikan untuk membangun jaringan dalam upaya mencegah tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan, merupakan awal yang baik dalam mewujudkan proses belajar yang aman dan nyaman bagi generasi penerus bangsa,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, Senin 19 Juni 2023.
Menurut Lestari, semangat yang tumbuh di kalangan pengelola pendidikan berbasis agama itu harus terus dipupuk dan diperluas agar proses belajar di sejumlah institusi pendidikan berbasis agama lebih ramah dan nyaman bagi peserta didik.
Catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pada 2021, terdapat 51 aduan kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan sepanjang 2015-2020.
Menurut laporan itu, kasus kekerasan seksual terbanyak terjadi di perguruan tinggi, yakni sebesar 27%, dan urutan kedua, pada lingkungan pendidikan berbasis agama dengan besaran 19%.
Berdasarkan catatan tersebut, ujar Rerie sapaan akrab Lestari, keterlibatan aktif para pengelola institusi pendidikan dalam mencegah terjadinya tindak kekerasan di lingkungan mereka harus ditingkatkan melalui berbagai cara.
Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu berharap para pemangku kebijakan menerapkan sejumlah langkah yang kreatif dalam menanamkan pemahaman bahwa pencegahan tindak kekerasan di lingkungan pendidikan berbasis agama, penting dan wajib dilakukan.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar semakin banyak pengelola pendidikan yang menyadari hal tersebut, sehingga sejumlah kebijakan pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan dapat direalisasikan.
Dengan lingkungan belajar yang aman dan nyaman, Rerie sangat berharap proses pendidikan nasional mampu mewujudkan generasi penerus yang berdaya saing dan tangguh dalam menjawab berbagai tantangan bangsa di masa datang.
Dia menyebut, para guru terlatih hasil pendidikan program anti perundungan berbasis sekolah (Program Roots) yang merupakan program hasil kerja sama Kemendikbudristek dan United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF), harus segera berperan aktif dan konsisten membagikan ilmunya kepada para tenaga pengajar dan peserta didik.
Rerie mengungkapkan, program tersebut telah menghasilkan 13.800 guru yang dilatih sebagai fasilitator dan 43.400 siswa agen perubahan dengan keterjangkauan bimbingan teknis di 7.400 satuan pendidikan di seluruh Indonesia.
Komitmen seluruh pihak untuk menempatkan upaya pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan perlu menjadi salah satu fokus utama dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman, dan menyenangkan, tegasnya. Tujuannya, ujar Ririe, agar sistem pendidikan nasional yang kita terapkan mampu menghasilkan generasi yang berkualitas, berdaya saing, dan berkarakter kuat sesuai amanat konstitusi nasional.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat terjadi 22 kasus kekerasan seksual dengan korban 202 peserta didik di seluruh satuan pendidikan sepanjang Januari hingga Mei 2023. Jika dirata-ratakan, telah terjadi satu kasus kekerasan seksual setiap pekannya.
Sebesar 50% dari kasus-kasus tersebut terjadi pada satuan pendidikan di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), 36,36% terjadi pada satuan pendidikan di bawah Kementerian Agama, dan sisanya terjadi di lembaga-lembaga informal.
Nurjanah