Washington (Lampost.co) — Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden berusaha menjaga moral yang tinggi terhadap Rusia selama 20 bulan. Mereka mengutuk perang brutal terhadap Ukraina karena membunuh warga sipil tanpa pandang bulu. Argumen itu bergema di sebagian besar negara-negara Barat.
Namun, hal itu tidak terjadi saat Israel membombardir Jalur Gaza, Palestina, yang menewaskan lebih dari 5.087 orang sejak 7 Oktober. Biden justru memberikan dukungan hingga memenangkan opini publik global.
Dalam pembicaraan dari Ruang Oval pada Kamis 19 Oktober 2023, Presiden Biden menyatukan dukungan Amerika untuk Ukraina dan Israel. Dia menggambarkan kedua negara demokrasi itu sedang melawan musuh.
Tuduhan itu bukan hal baru dalam konflik Timur Tengah. Namun, dinamika krisis ganda tersebut melampaui keinginan Washington untuk menggalang dukungan global guna mengisolasi dan menghukum Rusia karena menginvasi negara tetangga.
Kawasan Timur Tengah semakin muncul sebagai front baru dalam perebutan pengaruh di Dunia Selatan, sebagai nama kolektif untuk negara-negara berkembang di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Negara-negara itu mengadu Barat melawan Rusia dan Tiongkok.
“Perang di Timur Tengah akan mendorong perpecahan antara Barat dan negara-negara seperti Brasil atau Indonesia, yang menjadi negara penting di Dunia Selatan,” kata Clifford Kupchan, ketua Eurasia Group, dikutip dari Medcom, Selasa 24 Oktober 2023.
Presiden Luiz Inácio Lula da Silva dari Brasil mengkritik pasokan senjata AS ke Ukraina sebagai sesuatu yang mendorong terjadinya perang. Namun, dia juga menyalahkan kedua belah pihak atas konflik tersebut dan menawarkan untuk menjadi penengah.
Brasil, sebagai Presiden Dewan Keamanan PBB bulan ini, menyusun resolusi gencatan senjata kemanusiaan di Gaza,” kata dia.
Namun, Amerika Serikat memveto resolusi tersebut karena tidak menyebutkan hak Israel untuk membela diri. Hal itu membuat Duta Besar Brasil untuk PBB, Sérgio França Danese, merasa frustrasi.
“Ratusan ribu warga sipil di Gaza tidak bisa menunggu lebih lama lagi karena sebenarnya, mereka sudah menunggu terlalu lama,” kata Dubes Danese.
Effran Kurniawan