Bandar Lampung (Lampost.co)– Pengamat sosial Universitas Lampung, Pairulsyah, mengatakan bahwa untuk memberikan efek jera pada kelompok pengacau keamanan bermotor tidak cukup hanya dengan pemanggilan orang tua.
Menurutnya, panggilan orang tua bukan solusi tepat karena dalam kelompok ini, sebagian besar pelakunya adalah anak muda yang masih mencari jati diri. Sehingga secara aspek sosial menurut Pairulsyah, mereka cenderung akan memiliki arogansi yang lebih besar.
“Mereka (pelaku) ini masih mencari jati diri dan arogansinya masih kuat, bahkan kadang-kadang orang tuanya saja mereka lawan,” ujar Pairulsyah.
Untuk mengatasi maraknya geng motor ini, Pairulsyah menyebut bahwa perlu ada upaya dari berbagai pihak baik kepolisian, Bhabinkamtibmas, ataupun aparatur daerah untuk mengawasi serta melakukan penindakan yang tegas dari para pelaku pengacau keamanan bermotor.
Dalam hal ini, Selain melakukan penertiban serta penindakan, aparat kepolisian juga dinilai perlu berkoordinasi dengan Bhabinkamtibmas dan juga aparatur daerah asal pelaku. Menurutnya, hal ini perlu dilakukan agar semua pihak memiliki perhatian yang sama untuk memberikan pembinaan serta pendampingan kepada para pelaku kejahatan geng motor.
“Babin harus ikut aktif dalam berkoordinasi bersama pamong setempat baik RT dan keluruhan. Selain itu, Polisi harus meningkatkan pengawasan disetiap wilayah baik kecamatan, kabupaten, ataupun kota, jadi ini harus tuntas. Polisi jangan hanya sekedar mengejar dan ditangkap kemudian selesai, tapi harus ada efek jera yang didapat oleh para pelaku,” tegasnya.
Aparat kepolisian juga menurutnya harus mempu memetakan lokasi-lokasi yang rawan dijadikan tempat tindak kejahatan. Untuk itu, Ia meminta kepada pihak kepolisian untuk lebih menggencarkan pengawasan disemua titik guna memetakan lokasi yang dianggal rawan tindak kejahatan.
“Semua polisi di setiap titik di daerah itu harus bergerak, himpun laporan dan lakukan penangkapan, penangkapan ini bukan untuk diadili namun untuk dibina dilakukan pembinaan bersama kepala kampung ataupun aparatur lainnya sehingga ikut menangani hal ini,” tandasnya.
Lebih lanjut, akademisi sosiologi Unila tersebut juga menjelaskan bahwa seseorang bisa menjadi pelaku tindak kejahatan karena labeling yang diberikan oleh masyarakat. Oleh karenanya, Pairulsyah mengimbau kepada masyarakat untuk tidak lagi menyebut pelaku sebagai anggota geng motor.
“Jadi jangan lagi gunakan diksi ‘Geng Motor’, karena itu menjadikan mereka (pelaku) sebagai ajang untuk gagah-gagahan yang bisa menambah kesombongan dan keangkuhan.
Sebut saja sebagai Pengacau keamanan kelompok motor, sebagai bentuk sanksi sosial,” kata dia.