Bandar Lampung (Lampost.co) — Pengawasan terhadap pendistribusian solar harus dilakukan secara tepat guna mencegah terjadi kelangkaan. Pengamat Ekonomi Universitas Lampung, Asrian Hendi Caya menjelaskan, pemerintah harus mampu mengevaluasi pendistribusian solar, terutama bagi industri yang menggunakan solar subsidi.
Dosen FEB Unila itu menuturkan, kerap kali kelangkaan solar terjadi di SPBU, namun di tempat-tempat sekitarnya banyak orang yang menjual solar eceran dengan harga tinggi.
“Fenomena ini harus di evaluasi apakah sebuah kesengsaraan atau ada yang memanfaatkan. Penimbun-penimbun solar harus diawasi agar penyaluran solar sesuai regulasi,” kata Asrian Kamis, 23 November 2023.
Solar adalah bahan bakar subsidi yang jumlahnya terbatas sesuai dengan yang ditetapkan APBN. Asrian menjelaskan bahwa distribusi solar dilakukan melalui pertamina selama satu tahun. Tetapi dalam pelaksanaannya, kata Asrian, sebelum satu tahun pendistribusian, stok solar justru sudah menipis akibat penyaluran yang melebihi target.
Kelebihan permintaan ini menurutnya bisa terjadi karena aktivitas masyarakat meningkat sehingga kebutuhan solar ikut meningkat. Selain itu bisa juga terjadi akibat pergeseran permintaan dari yang tidak masuk kriteria penerima subsidi menjadi pengguna solar subsidi.
“Atau bisa juga akibat harga nonsolar seperti dexlite dan lainnya naik tinggi, sehingga mereka pindah ke solar,” jelasnya.
Asrian menyebut, untuk menjaga agar suplly solar bisa mencukupi sampai akhir tahun, maka kerap kali penyediaannya menjadi dibatasi. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan antrean yang panjang di SPBU untuk mendapatkan solar.
Dalam hal ini, kata Asrian, Pertamina tidak akan menyediakan solar melebihi jumlah yang ditetapkan pemerintah. Karena jika melebihi, pemerintah tidak akan menanggung subsidi dari yang sudah ditetapkan.
Subsidi menyebabkan harga dijual dibawah harga yg berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban masyarakat, terutama yang tidak mampu.
“Oleh karena itu, solar diarahkan untuk angkutan umum dan mobil kelas menengah ke bawah. Industri dan mobil mewah harusnya tidak boleh pakai solar,” kata dia.
Jika kelangkaan solar terus terjadi dalam jangka waktu panjang, bukan tidak mungkin, kata Asrian masyarakat terutama supir truk, angkutan umum, dan penyedia layanan transportasi lainnya akan kesulitan beroperasi.
“Akibatnya untuk bisa bertahan mereka harus beli non subsidi. Bisa saja mereka melakukan pinjaman bila tidak mampu.
Atau malah mereka tidak beroperasi sehingga tidak ada pendapatan. Akibatnya kehidupan masyarakat bisa makin berat dan dampak jangka panjangnya bisa sampai gizi buruk bagi anak mereka,” tandasnya.
Atika Oktaria