Bandar Lampung (Lampost.co) — Penanaman moral dan etika sangat penting untuk membekali remaja pada era keterbukaan teknologi seperti sekarang ini.
Psikolog Universitas Malahayati, Octa Reni Setiawati menjelaskan bahwa kemajuan teknologi telah memungkinkan masyarakat melakukan hal-hal di luar norma dan juga aktivitas yang sulit lagi untuk dikontrol. Dalam kondisi ini, penanaman moral dan etika diharapkan bisa menjadi kontrol diri saat menghadapi situasi tertentu.
“Ketika seseorang sudah tidak punya norma, empatinya pasti rendah karena dia tidak memiliki perhatian lagi sama orang, yang penting dia merasa senang,” ujar Octa pada Selasa, 14 November 2023.
Remaja-remaja yang kerap terlibat dalam aksi tawuran atau bahkan sampai tak segan melukai lawannya, menurut Octa hal tersebut masuk ke dalam remaja yang rentan dan punya risiko sebagai orang yang melakukan tindak kriminal.
“Kalau kita sebutnya sudah masuk ke dalam tahap juvenil delekuensi, jadi ini sudah termasuk ke dalam penyimpangan sosial,” ujarnya.
47Eksistensi Diri
Ketua Prodi Psikologi Universitas Malahayati ini juga menyebut, masa muda adalah masa mencari eksistensi diri. Adapun caranya yaitu dengan berkelompok.
“Sehingga ia mudah terprovokasi, dan bisa melakukan apa pun agar bisa dianggap menjadi bagian dari peer group-nya,” jelasnya.
Namun jika pencarian eksistensi diri itu dilakukan dengan melanggar norma-norma sosial, maka menurut Octa, hal itu sudah masuk ke dalam perilaku ekstrem.
Untuk itu, era keterbukaan teknologi dan informasi ini, menurutnya harus diiringi dengan keikutsertaan banyak pihak.
“Teknologi itu layaknya pisau bermata dua. tergantung kita mau pakainya untuk apa. Karena tidak semua level usia punya kemampuan untuk menentukan itu,” ujarnya.
Sekolah, orang tua, dan lingkungan menurutnya harus mengontrol apa yang layak dan tidak layak untuk ditonton oleh remaja. Termasuk juga aktivitas yang dilakukan remaja dengan gadget-nya.
Selain itu, kata Octa, harus ada aktivitas produktif yang remaja tersebut lakukan. Sehingga mereka bisa beraktivitas di luar dengan kegiatan-kegiatan positif, bukan hanya sekedar bermain gadget.
“Ini balik lagi ke pemerintah terkait bagaimana kemudian menyediakan ruang-ruang publik sehingga orang lebih senang untuk keluar. Sebab imbauan, sosialisasi, dan meningkatkan pengetahuan itu semua tidak cukup, karena harus ada upaya lain dari segi kebijakan dan aturan yang mendukung,” paparnya.
Ricky Marly