Jakarta (Lampost.co)—Partisipasi perempuan dalam institusi sosial dapat dimulai dari elemen terkecil seperti keluarga dan komunitas. Dari institusi itu perempuan diharapkan mampu memberi kebaruan dalam penentuan arah dan kebijakan untuk memenuhi hak dasar setiap warga negara.
“Perempuan harus mampu mengambil peran di berbagai bidang, karena sejatinya perempuan itu adalah tiang negara,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat Sosialisasi Empat Konsensus Kebangsaan bertema Perempuan, Perdamaian dan Keamanan di Kawasan Asia Tenggara di depan para anggota Kongres Wanita Indonesia (Kowani) di sela kunjungan peserta ASEAN Confederation Of Woman’s Organization (ACWO) Forum di Gedung Nusantara 4, Kompleks DPR/MPR Jakarta, Rabu,25 Oktober 2023.
Menurut Lestari, perempuan yang sehat dan tangguh akan mampu mewujudkan keluarga sejahtera yang pada akhirnya membentuk negara yang kuat.
Selain itu, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, di bidang ekonomi perempuan ASEAN juga berperan penting dalam pembangunan ekonomi masyarakat di era berkembangnya teknologi informasi saat ini.
Dalam sejarah Indonesia, tegas Rerie yang juga legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, perempuan berperan penting dalam upaya menciptakan perdamaian, mempertahankan keamanan melalui bidang-bidang yang digeluti.
Eksistensi para sultana di Aceh dan para ratu di Jawa di masa kerajaan Nusantara, tambah Rerie, meneguhkan bahwa perempuan mampu memberi kebaruan dalam bidang politik, pendidikan, kesehatan, ekonomi serta pertahanan dan keamanan.
Dalam lingkup kawasan, ungkap Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, bahkan pada 2017, Joint Statement on Promoting Women, Peace and Security in ASEAN diterbitkan untuk menegaskan kembali komitmen bersama terhadap agenda Women, Peace and Security (WPS)
Meski perempuan berperan signifikan, Rerie berpendapat, dalam beberapa bidang utama kehidupan sosial kemasyarakatan, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi perempuan saat ini terkait polemik afirmasi dan partisipasi politik serta kesetaraan, konflik pemilihan umum, perlindungan bagi pembela HAM perempuan, serta perlindungan bagi perempuan adat.
Menyelisik situasi dalam negeri, tambah dia, perempuan sebagai tiang keluarga mesti menempatkan setiap tantangan dan keseluruhan konteks peristiwa dalam bingkai konsensus kebangsaan.
Konsensus Kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, tegas Rerie, menjamin pemenuhan hak-hak dasar manusia dengan kewajiban yang melekat dalam nafas kesetaraan dan perlindungan secara menyeluruh.
Pancasila sebagai dasar dan ideologi kehidupan berbangsa, tambah dia, mengedepankan intisari gotong-royong dalam rangka perwujudan kapabilitas manusia berbasis spiritualitas, kemanusiaan, persatuan, dialog dan keadilan.
Nurjanah