Bandar Lampung (Lampost.co) — Polda Lampung menyatakan bahwa potensi kerugian dalam kasus korupsi ganti rugi pembebasan lahan Bendungan Margatiga, di Lampung Timur, mencapai Rp439 miliar.
Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Umi Fadilah Astutik mengungkapkan, penyelidikan yang dilakukan Ditreskrimsus Polda Lampung bersama BPKP Lampung dilakukan secara bertahap. Audit dilakukan pada anggaran ganti rugi terhadap 1.438 dan 306 bidang lahan genangan Bendungan Margatiga yang belum dibebaskan.
Pada tahap pertama, Polda Lampung melakukan penyidikan terhadap 1.438 bidang. Dalam audit tersebut terdapat perhitungan fiktif atas tanaman, bangunan, kolam dan ikan pada bidang-bidang tanah pembangunan Bendungan Margatiga Kabupaten yang belum dibebaskan sebesar Rp425 miliar. “Jumlah itu dari total usulan pengajuan uang ganti kerugian sebelum audit sebesar Rp507 miliar,” ungkapnya, Sabtu, 21 Oktober 2023.
Sementara pada tahap kedua dilakukan audit terhadap 306 bidang. Pada bidang tersebut, diusulkan uang ganti rugi senilai Rp23 miliar. Kemudian dari hasil audit BPKP Lampung terdapat potensi kelebihan pembayaran senilai Rp14 miliar. Dalam perhitungan audit yang dilakukan, ganti rugi lahan yang harus dibayarkan hanya Rp9,8 miliar. “Dari hasil kedua audit tersebut, telah dilakukan penyelamatan potensi kerugian negara sebesar Rp 439 miliar,” kata Umi.
Sebelumnya, Direktur Ditreskrimsus Polda Lampung, Kombes Donny Arief Praptomo menyampaikan, penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap 255 saksi dari berbagai kalangan yang terlibat dan 7 saksi ahli.
Saksi yang diperiksa yaitu, 1 orang PPK Dantah dan 1 orang PPK Bendungan, serta ketua pelaksana pengadaan tanah atau Kepala BPN. Lalu 10 orang sekretaris pelaksana pengadaan tanah dan 28 anggota satgas B.
Kemudian 32 penitip tanam tumbuh, bang, dan kolam. Selanjutnya 10 kepala desa dan 191 pemilik lahan dengan jumlah 331 bidang tanah.
Sementara 7 saksi ahli yang terlibat meliputi BPKB Perwakilan Lampung, Ahli Geo Spasial dari BRIN, Ahli Agraria, Ahli Tanaman Semusim, Ahli Tanaman Tahunab, Ahli Tanaman Keras atau Hutan, dan Ahli Perikanan.
Deni Zulniyadi