Gunungsugih (Lampost.co) – Pelaku usaha budidaya bonsai di Lampung Tengah mengeluhkan sulitnya mendapatkan air di musim kemarau. Kondisi itu membuat tanaman yang dikerdilkan itu tidak mendapatkan pasokan air yang cukup sehingga mengancam bisnis menjadi gulung tikar.
“Kami mengambil air untuk kebutuhan tanaman bonsai di rawa-rawa ujung kampung dalam sebulan terakhir,” ujar Katiman, pembudidaya bonsai di Kampung Gayaur Sakti, Kecamatan Seputih Agung, Selasa, 12 September 2023.
Menurutnya, pertumbuhan bonsai jenis anting putri yang ditanam di ladang dan pekarangan tidak sehat dan berangsur layu. Sebab, dengan kondisi itu terdapat hama di bagian daun yang membuat daun keriting, menguning, dan mati.
“Tanaman anting putri, kimeng, sancang banyak yang layu akibat terik matahari dan pasokan air berkurang. Sebab, sumber air dari embung dan rawa juga mulai mengering,” ujarnya.
Ia melanjutkan bonsai jenis anting putri pada lahan 50 meter x 50 meter mulai dari bibit hingga masa panen umur 10 bulan memiliki estimasi biaya hingga Rp70 juta.
Dia berharap ada solusi dari pemerintah agar budidaya bonsai dapat bertahan di musim kemarau panjang. Dia menyebutkan pengusaha saat ini membuat bantuan sumur bor agar pasokan air untuk tanaman cukup.
Pembudidaya tanaman bonsai di kampung Muji Rahayu, Rossi, mengaku turut terdampak el nino yang membuat tanaman kekurangan air hingga muncul hama. Apabila kondisi itu tidak segera tertangani tanaman bonsai akan mati.
“Pemerintah diharapkan segera mengambil langkah cepat agar budidaya bonsai dapat bertahan dan tidak bangkrut,” ujarnya.
Effran Kurniawan