Bandar Lampung (Lampost.co) —Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lampung terus berupaya agar mencegah adanya penggunaan isu Sara di tahun politik.
Ketua MUI Lampung Moh. Mukri mengatakan, MUI bersama organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah dan lainnya, selalu mengingatkan agar tidak adanya politisasi agama dan etnis, terutama pada tahapan pemilu dan pilkada.
MUI bersama seluruh aspek pemerintahan dan masyarakat, harus membangun kesadaran bersama, memiliki masyarakat yang plural dari segi agama, suku dan bahasa, serta menunjukan wajah Bhineka Tunggal Ika.
“Pada berbagai kesempatan dengan stakeholder terkait dan pemerintah, agar tidak memolitiasi agama, ini kan potensi isu sara memang dimungkinkan, kami ajak masyarakat edukasi bahwa kerusuhan akibat SARA itu bahaya” ujar Mukri,Selasa, 17 oktober 2023.
Menurut Mukri, sejak era reformasi atau pemilu atau pilkada di atas 1998, belum pernah terjadi kerusuhan aksi masa yang besar, karena bedanya pilihan.
“Ini keunggulan Lampung, belum pernah kegaduhan masa akibat hasil pemilu/pikada, apapun hasilnya” katanya.
MUI juga selalu memberikan masukan kepada pemerintah, terkait hal-hal apa saja yang harus dilakukan untuk menjaga kondusifitas Lampung agar tidak terdampak isu sara. Masukan dan koordinasi juga dilakukan dengan lembaga terkait, seperti KPU dan Bawaslu Lampung.
Selain itu lanjut Mukri, MUI Lampung juga terus berupaya bersama dengan Bawaslu Lampung dan stakeholder terkait, untuk mencegah money politik. Menurut Mukri MUI di tingkat pusat, sudah ada fatwa yang menyatakan haram money politik. Sehingga, MUI Lampung tinggal melanjutkan fatwa tersebut di tingkat daerah.
“Kita terus galakan dan sosialisasikan (haram money politik), dan juga nanti bersama Bawaslu, kemudian selain MUI juga ormas islam bersama-sama sosialisasikan setidaknya kalau tidak bisa menghilangkan, menekan atau meminimalisir,” kata mantan Rektor UIN Raden Intan Lampung itu.
Akan tetapi, money politik muncul di Lampung masuk pasca reformasi, karena adanya kebebasan demokrasi, sehingga oligarki atau pemodal masuk dan membiayai politik sosok tertentu, yang nantinya bisa memmpengaruhi pengambilan kebijakan.
“Ini juga bisa dirasakan di Lampung, terutama cluster yang biaya pemilu/pilkada tinggi,” katanya.
Karena itu, pemerintah pusat harus melakukan evaluasi, agar pemerintahan tetap berjalan namun biaya politik tidak tinggi, agar tidak terjadi adanya penyalan gunaan wewenang dan korupsi.
“Penyebabnya biaya tinggi, kalau mau nyaleg, nyagub, nyabup, enggak mungkin di Lampung, biaya tinggi, harus ada evaluasi,” katanya.
Sementara itu, Koordiantor Divisi Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat (Parmas) Bawaslu Lampung, Hamid Badrul mengatakan, hasil pemetaan Bawaslu RI,Lampung tidak masuk ke dalam kategori rawan tinggi isu politisasi SARA.
“Tapi kami tetap bekerja keras untuk mencegah adanya politisisasi SARA, pada pemilu 2024,” ujarnya.
Karena itu upaya mitigasi disusun dan akan dilakukan untuk menekan atau meminimalsir penggunaan isu SARA. Upaya koordiansi oleh Bawaslu Lampung dengan pemerintah daerah, tokoh masyarakat dan semua aspek, termasuk kalangan muda untuk benar-benar mencegah adanya potensi penggunaan Isu sara terus diberlakukan.
Salah satunya menurut Hamid, yakni isu sara bisa berawal dari adanya informasi hoaks yang beredar di sosial media. Karena itu upaya edukasi terhadap bahaya hoaks, terus dilakukan dari berbagai media, termasuk dari kegiatan Bawaslu.
“Yang terus kita gaungkan, saring sebelum sharing,” katanya.
Meski tak masuk ke dalam kategori rawan tinggi pada isu politisasi sara, namun Lampung masuk ke dalam kategori rawan tinggi pada dua IKP, yakni politik uang.
Lima provinsi dengan tingkat kerawanan tertinggi soal isu polisi uang. Pertama Maluku Utara dengan skor 100, Lampung dengan skor 55,56, Jawa Barat 50, Banten 44,44, Sulawesi Utara 38,89Kemudian, Lampung juga masuk ke dalam 10 besasr Provinsi rawan netralitas ASN, yakni berada di peringkat ke 10.
Nurjanah