Bandar Lampung (Lampost.co) — Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdik) Lampung melalui Data Pokok Pendidikan (Dapodik) mencatat terdapat 15.965 pelajar di Lampung yang putus sekolah sekolah sepanjang Januari hingga Juni 2023. Angka itu melingkupi semua jenjang pendidikan formal mulai dari SD, SMP, hingga SMA/SMK se Lampung.
Jenjang SMA/SMK menjadi penyumbang terbesar angka putus studi, yaitu 6.334 orang. Kemudian SD 5.682 orang dan SMP 3.679 orang.
Berdasarkan data yang dihimpun Lampost.co dari Disdik Lampung, Lampung Tengah menjadi daerah paling banyak pelajar putus sekolah yang mencapai 2.172 siswa. Lalu Lampung Selatan 1.974 orang, Bandar Lampung 1.601 orang, Lampung Timur 1.544 orang, dan Lampung Utara 1.198 orang.
Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Sekdisbud) Lampung, Tommy Efra Hendarta, mengatakan faktor terbesar penyebab putus sekolah karena memilih untuk bekerja membantu perekonomian keluarga.
“Ada banyak penyebab terjadinya putus sekolah ini, tapi sebagian besar karena keterbatasan ekonomi. Mereka membantu pekerjaan orang tua atau orang tua mengajak merantau,” kata Tommy, kepada Lampost.co, Jumat, 9 Juni 2023.
Kemudian faktor lainnya karena masih banyak pelajar yang memutuskan untuk menikah muda dan melanjutkan pendidikan ke pondok pesantren. “Tapi ini tidak dominan,” ujar dia.
Menurutnya, pendidikan harus bisa terasa di semua warga negara. Untuk itu, dia sangat menyayangkan jika banyak pelajar yang justru lebih memilih bekerja dari mengenyam pendidikan. Padahal, pemerintah sampai saat ini menganggarkan 20 persen dananya demi tercapainya wajib belajar sembilan tahun.
“Seharusnya dengan mereka ikut di dalam pendidikan itu semakin besar peluang untuk mengejar cita-cita yang tinggi,” ujarnya.
Gerakan Bersama
Pengamat pendidikan Universitas Lampung, M Thoha B Sampurna Jaya, menilai dinas pendidikan bersama pihak-pihak terkait perlu melakukan gerakan bersama untuk mengubah pola pikir masyarakat mengenai pentingnya pendidikan.
“Perlu ada semacam gerakan dari pemerintah maupun organisasi masyarakat untuk terus mensosialisasikan dan konsolidasi dalam memberikan penyadaran mengenai pentingnya pendidikan,” kata dia.
Upaya penyadaran, terutama bagi para orang tua sangat penting. Hal itu untuk memberikan motivasi dan kepercayaan diri pada anak untuk melanjutkan pendidikan.
“Pendidikan itu salah satu faktor yang dominan dalam mengubah ekonomi keluarga. Jadi kalau mereka putus sekolah maka akan sulit bagi dia untuk memperbaiki ekonominya dikemudian hari,” ungkapnya.
Thoha menilai, adanya program wajib belajar sembilan tahun dan alokasi dana yang besar untuk pendidikan, seharusnya bisa membuka jalan bagi masyarakat untuk merasakan pendidikan yang layak.
Namun, memang selain faktor ekonomi ada juga faktor lain yang menjadi penyebab tingginya angka putus sekolah seperti pernikahan dini, terlibat kasus kriminal atau hubungan di luar nikah. Faktor-faktor itu harus selesai melalui gerakan bersama.
“Kalau ingin bersaing di era global ini kan paling tidak wajib belajar 12 tahun itu tercapai. Tapi ini nyatanya wajib belajar 9 tahun saja masih banyak juga yang putus.
Sehingga perlu adanya gerakan bersama untuk menanggulangi masalah ini,” tuturnya.
Effran Kurniawan