Bandar Lampung (Lampost.co) — Akademisi dari Universitas Lampung (Unila) Dodi Faedlulloh mengatakan bahwa Aparatur Sipil Negara (ASN) terbukti melanggar hukum dapat diberhentikan dengan tidak hormat.
Terlebih apabila dalam hasil penyelidikan pihak penegak hukum serta divonis oleh pengadilan terbukti bersalah, dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dengan hukuman kurungan minimal waktu 2 tahun, terlebih itu seorang pegawai negara maka dapat diberhentikan.
“Kalau sampai dipenjara minimal 2 tahun, ASN bisa diberhentikan dengan tidak hormat, sesuai dengan UU No 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 87 ayat 4,” ujar Dodi kepada Lampost.co, Minggu 13 Agustus 2023.
Ia menuturkan, sanksi bagi pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia, siapapun dia, bisa mengacu pada Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.
“Sanksi bisa berupa teguran, peringatan keras, skorsing, demosi, bahkan pemberhentian pemberhentian tidak dengan hormat,” kata dia.
Bergantung pada jenis atau kondisi kasusnya, hal itu menyikapi kasus kejadian penganiayaan terhadap alumni IPDN yang terjadi di kantor BKD Provinsi Lampung.
Maka sanksi dapat disesuaikan berdasarkan tingkat keparahan tindakan kekerasan, motif, dan dampak penganiayaan tersebut kepada korban.
“Di sisi lain, kalau mengacu pada Pasal 351 KUHP menyatakan bahwa barangsiapa dengan sengaja melukai orang lain dapat denda dan juga dipidana penjara paling lama 5 tahun,” ungkapnya.
Menurutnya dari semua sanksi itu, perlunya membangun kultur non-toxic dan non feodal pada organisasi publik.
“Terlepas dari sanksi, hal yang penting justru adalah perlunya membangun kultur non-toxic dan non-feodal di organisasi publik. Hal-hal yang seperti pemukulan sesama pegawai biasanya terjadi karena ada kultur senioritas dan disparitas relasi kuasa dalam birokrasi,” ujar Dodi.