USAHA Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM, merupakan salah satu sektor yang memiliki peran penting dan strategis dalam perekonomian Indonesia. UMKM termasuk ultra micro (UMi) memberikan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja, investasi, dan ekspor. Namun, UMKM masih menghadapi berbagai kendala dalam mengembangkan usahanya, salah satunya adalah terbatasnya akses pembiayaan. Sebagai segmen UMKM terendah, usaha Ultra Mikro (UMi) yang umumnya bergerak di bidang perdagangan, pertanian, peternakan, dan industri rumahan menjadi pihak yang paling terdampak oleh terbatasnya akses pembiayaan.
Untuk membantu usaha ultra mikro mendapatkan akses pembiayaan yang mudah dan murah, pemerintah meluncurkan program Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) pada tahun 2017. Pembiayaan UMi merupakan program dana bergulir pemerintah yang disalurkan melalui Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) kepada pelaku usaha ultra mikro. Pemerintah menunjuk Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Investasi Pemerintah (PIP) sebagai coordinated fund pembiayaan UMi.
Latar Belakang Pembiayaan UMi
Latar belakang dari kebijakan pembiayaan UMi adalah untuk mendukung program prioritas nasional agar usaha ultra mikro bisa tumbuh berkembang, naik kelas menjadi bankable, dan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi di masyarakat khususnya di kalangan pelaku UMKM.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah usaha ultra mikro di Indonesia pada tahun 2019 mencapai 64,19 juta usaha atau 99% dari total UMKM. Usaha ultra mikro menyerap 112 juta tenaga kerja atau 89% dari total tenaga kerja UMKM. Namun, usaha ultra mikro hanya berkontribusi sebesar 34% terhadap PDB UMKM.
Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kontribusi usaha ultra mikro terhadap PDB UMKM adalah kurangnya modal usaha. Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hanya sekitar 9% dari total usaha ultra mikro yang mendapatkan akses pembiayaan formal dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya. Sementara itu, sekitar 91% masih mengandalkan sumber pembiayaan informal seperti pinjaman keluarga, teman, tetangga, rentenir, atau modal sendiri. Pembiayaan informal tersebut juga menyebabkan usaha mikro sulit berkembang terlebih karena pengenaan biaya atas pembiayaan yang terbilang cukup tinggi.
Solusi Alternatif Debitur UMi “Naik Kelas”
Pembiayaan UMi, sejak awal diluncurkannya telah menorehkan banyak dampak bagi perekonomian. Bahkan pada hasil penyaluran pada Semester 1 Tahun 2022 saja, pembiayaan Umi berhasil disalurkan sebesar Rp3,95 triliun sehingga secara total sejak awal rilis Pembiayaan UMi berhasil menjangkau 6,4 juta pelaku usaha mikro di 509 kabupaten dan kota.
Namun, mengangkat perekonomian pelaku usaha mikro agar berkembang menjadi kelas usaha di atasnya masih menjadi fokus utama program ini. Setiap tahunnya tetap dilakukan monitoring perkembangan perekonomian pelaku usaha mikro melalui Survei Nilai Keekonomian Debitur agar dapat melihat perkembangan atas para penerima manfaat Pembiayaan UMi.
Melalui survei tersebut, PIP dapat menilai tingkat keekonomian para debitur UMi melalui scoring terhadap finansial usaha dan pribadi para debitur tersebut.
Berdasarkan Laporan Kinerja Pengelola Investasi Pemerintah Tahun 2022, NKD (Nilai Keekonomian Debitur) secara nasional yang merupakan output atas Survei Nilai Keekonomian Debitur hanya terjadi peningkatan sebesar 1,96 bila dibandingkan dengan tahun 2021. Perolehan tersebut masih jauh bila dibandingkan dengan target kinerja yang ditetapkan sebesar 3,5. Ini menunjukkan bahwa masih dibutuhkan usaha yang lebih untuk dapat mencapai target peningkatan NKD yang diharapkan.
Salah satu keunggulan dari Pembiayaan UMi dibandingkan dengan program pembiayaan lain adalah adanya pendampingan kepada para debiturnya melalui asistensi para penyalur agar dapat menjangkau seluruh lapisan debitur UMi yang tersebar di 509 kabupaten dan kota. Akan tetapi faktanya, berdasarkan pengalaman para pegawai KPPN Kotabumi selama melakukan Survei NKD kepada para debitur di wilayah kerjanya menyatakan para debitur hampir tidak pernah mendapatkan pendampingan yang cukup aktif dan proper untuk dapat meningkatkan skill pada debitur baik dalam rangka meningkatkan kualitas usahanya maupun meningkatkan kualitas manajemen keuangannya.
Berdasarkan pengalaman tersebut juga dapat disimpulkan bahwa secara umum para penerima manfaat Pembiayaan UMi merupakan masyarakat yang kurang memahami pentingnya akuntansi dalam mengelola usaha serta tidak memiliki hard skill dan soft skill yang cukup untuk dapat “naik kelas” ke tingkatan usaha yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, pendampingan yang berkelanjutan dan tepat guna sangat diperlukan untuk dapat meningkatkan perekonomian para debitur UMi dan selanjutnya akan meningkatkan Nilai Keekonomian Debitur mereka.
Saat ini, pendampingan yang harusnya diberikan oleh penyalur seakan kurang mendapat perhatian dari para penyalur tersebut. Untuk menanggapi hal tersebut, diperlukan adanya sistem yang mengawasi para penyalur dalam melakukan pendampingan sehingga mereka tidak hanya fokus untuk meminimalkan tingkat Non-Performing Loan (NPL) saja. Melalui sistem yang tertata dengan baik dengan skema punishment dan reward yang dapat diberikan kepada penyalur semestinya dapat meningkatkan semangat dan kesadaran para penyalur untuk memberikan pendampingan kepada para debiturnya. Diskon atau tambahan tarif atas persentase pengembalian kepada negara bisa menjadi salah satu alternatif yang efektif atas punishment dan reward yang dapat diberikan kepada para penyalur.
Solusi Meningkatkan Kualitas Pembiayaan UMi
Salah satu permasalahan kompleks yang harusnya diperhatikan untuk mengembangkan program Pembiayaan UMi adalah kuantitas dan kualitas data yang bisa didapatkan oleh PIP terkait kondisi para penerima manfaat. Seperti yang sudah diketahui secara umum bahwa data yang terbaik bisa didapatkan apabila data atas seluruh populasi dapat dikumpulkan dan dengan data yang terbaik tersebut dapat dirumuskan kebijakan yang terbaik untuk menanggapi keadaan.
Saat ini, data yang diterima PIP berasal dari para penyalur dan KPPN yang melakukan monitoring di wilayah kerjanya masing-masing. Namun, dengan populasi debitur yang sangat besar seperti keterangan di atas data tersebut dapat dikatakan belum cukup untuk dapat mewakilkan keseluruhan populasi.
Di era digital seperti sekarang, umumnya masyarakat telah mengenal teknologi terkhusus ponsel pintar atau smartphone. Keberadaan smartphone sudah seperti representasi atas kehadiran seseorang di dunia digital yang tidak mengenal batas ruang dan waktu.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa saat ini banyak perusahaan-perusahaan besar yang memanfaatkan perilaku dan kebiasaan para pengguna smartphone saat menggunakan gawai miliknya untuk memperoleh Big Data guna mengenal lebih dalam minat dan kondisi konsumennya.
Dari hal tersebut, kondisi ini juga harusnya dapat dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mendapatkan data dengan kualitas dan kuantitas yang lebih baik sebagai bahan pertimbangan untuk membuat peraturan. Tidak terkecuali untuk Program Pembiayaan UMi, guna mendapatkan data yang lebih baik, pengumpulan informasi atas kondisi perekonomian para debitur dapat dilakukan melalui survei mandiri yang dilakukan langsung oleh dapat debitur tersebut.
Survei ini dapat dilakukan melalui form digital yang diwajibkan untuk diisi oleh debitur sebagai salah satu syarat untuk bisa menerima pembiayaan serta menjadi syarat untuk mendapatkan pernyataan ”Lunas” atas pembiayaan yang diperolehnya. Dengan skema ini, data yang diperoleh PIP akan meningkat secara drastis sehingga kedepannya kualitas kebijakan yang ditetapkan juga akan diharapkan dapat meningkat.
Untuk menciptakan kebijakan yang sempurna memang mustahil dilakukan. Dalam disiplin ilmu Kebijakan Publik disebutkan bahwa kebijakan terbaik adalah kebijakan yang bisa memaksimalkan manfaat dan meninimalkan dampak karena tidak akan pernah ada kebijakan yang dapat memuaskan seluruh pihak. Akan tetapi, hal tersebut merupakan tantangan dan rintangan yang harus dihadapi pemerintah agar dapat menciptakan rakyat yang sejahtera dan adil beradab.
Secara khusus dalam Kebijakan Program Pembiayaan UMi, Kementerian Keuangan yang diwakilkan oleh PIP diharapkan dapat menetapkan arah kebijakan yang terbaik agar para pelaku usama mikro dapat terus meningkatkan perekonomian usaha dan pribadinya. Peningkatan perekonomian tersebut juga harus didampingi oleh peningkatan mental wirausaha sehingga para pelaku usaha mikro dapat sustain di berbagai tantangan ekonomi saat ini. Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil oleh sebab itu mari terus semangat berjuang untuk menyukseskan APBN Untuk Rakyat dan APBN Untuk UMKM.*
Sri Agustina