Bandar Lampung (Lampost.co)–Drrrrttttt……suara mesin pencukur rambut terdengar dari Aula SMPN 2 Bandar Lampung pada akhir Agustus lalu. Seorang siswa mengenakan jubah merah untuk melindungi seragamnya dari potongan rambut yang berjatuhan dari kepala. Seorang juru cukur bermasker serius memotong rambut siswa yang sudah mulai panjang.
Di sekelilingnya, sudah ada sembilan siswa lainnya yang sedang antre menunggu giliran dicukur. Pada hari itu ada sekitar 60 siswa yang akan dipotong rambutnya oleh juru cukur, sambil diawasi Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan.
Gaya rambutnya seragam. “Potongan rambut siswa di sekolah ini 121, yakni samping kanan kiri satu cm dan atas dua cm,” ujar Kepala SMPN 2 Bandar Lampung Abdul Khanif kepada Lampung Post, kemarin.
Pada akhir Agustus itu, total sekitar 100 siswa dicukur karena rambutnya sudah panjang hingga melanggar aturan sekolah.
Setiap tiga bulan, pihak sekolah merazia kerapihan siswa, termasuk potongan rambut. “Pada tahap awal, kami memberi taklimat tentang siswa yang rambutnya mulai gondrong, agar segera dicukur,” kata Khanif.
Kemudian, siswa yang belum mengindahkan hal tersebut, dikirimi surat dari sekolah untuk orang tua. “Agar orang tua segera membawa anaknya untuk cukur,” kata dia.
Waktu yang diberikan selama satu minggu. Jika masih ada siswa yang belum cukur hingga tenggat waktu tersebut, maka pihak sekolah memfasilitasi dengan menyediakan juru cukur di sekolah.
“Kami minta siswa membawa Rp10 ribu agar bisa dicukur oleh juru cukur di sekolah. Harganya sengaja kami carikan yang sangat terjangkau agar tidak memberatkan siswa,” ujarnya.
Hal tersebut merupakan sanksi yang bertujuan untuk mendidik siswa agar memperhatikan kerapihan diri. “Kerapihan rambut harus dijaga karena itu bagian dari melatih manajemen diri,” kata dia.
Soal urusan cukur rambut siswa, Khanif menekankan harus ditangani oleh juru cukur, bukan guru. Ia menyayangkan dua peristiwa yakni oknum guru SMPN 1 Sianjur Mula-Mula yang mencukur 8 siswanya dengan potongan botak sebelah dan oknum guru di SMPN Lamongan yang terjadi pada 19 siswi.
“Kejadian itu sebaiknya tidak lagi terulang. Jangan sampai guru mencukur dengan model amburadul yang justru mempermalukan siswa itu sendiri,” kata dia. Ulah oknum guru tersebut dinilai sebagai perundungan terhadap siswa.
Ia mengimbau orang tua untuk lebih peduli terhadap kerapihan siswa, termasuk potongan rambut agar tetap sesuai aturan sekolah. “Pada awal pendaftaran, orang tua sudah menandatangani kesediaan untuk tunduk pada aturan sekolah. Jadi mari bekerja sama, saling mendukung, agar pendidikan siswa berjalan dengan baik,” kata Khanif.
Ia juga mengajak para guru untuk senantiasa menegakkan disiplin dengan cara yang bijak dengan tetap memperhatikan hak anak. Khanif menegaskan bahwa pendidikan adalah seni mendisiplinkan tanpa menciderai fisik dan perasaan siswa.
Putri Purnama